Sabtu, 09 Mei 2015

welcome to my blog

SISTEM KEPERCAYAAN ORANG TOBELO
Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen di Tobelo, masyarakat masih memeluk kepercayaan tradisional (primitive culture) yang dapat diklasifikasikan oleh Magany (1985) sebagai berikut:

1. O Gikiri Moi
O Gikiri Moi adalah Tuan dari berbagai perkakas, benda, barang binatang dan juga manusia. Ia mengepalai segala jiwa atau tuan tersebut. Dengan kata lain Tuan dari antara tuan-tuan itu (Yang Dipertuan).

2. O Gomanga
O Gomanga adalah Jiwa orang mati, yang dapat dikategorikan kedalam dua bagian yakni O Gomanga Ma Oa dan O Gomanga Ma Dorou. Yang pertama merupakan jiwa leluhur yang baik lakunya; ia dipuja dan diberikan persembahan oleh yang masih hidup. Sementara yang kedua adalah jiwa leluhur yang jahat lakunya, sering menghalang-halangi datangnya rejeki.

Pada dasarnya jiwa leluhur baik lakunya selama orang yang masih hidup memberikan persembahan; apabila jiwa tersebut tidak diurus maka ia akan menjadi O Gomanga Ma Dorou. Oleh karena itu sangat diperlukan ritual persembahan (O Gomanga yo hakai), dimana persembahan tersebut dalam bentuk sesaji yang diletakan di atas loteng (haakoro) rumah adat (halu) yang berada di tengah kampung. Persembahan tersebut diiringi dengan doa-doa penyembahan yang memohon berkat terhadap hasil kebun, berburu dan melaut.

3. O Dilikene
O Dilikene adalah Roh atau jiwa orang yang mati mendadak seumpama terbunuh atau mati bunuh diri, atau kecelakaan. Jiwa ini sangat kuat dibandingkan dengan orang yang mati karena lama sakit. Dalam pandangan tradisional masyarakat Tobelo orang tersebut telah terkuras jiwanya semasa hidup, demikian juga dengan anak kecil sehingga mereka tidak disebut Dilikene.

Setelah terjadi kematian mendadak harus segera dibuat upacara persembahan. Sebab jiwa orang tersebut akan mengganggu orang yang masih hidup. Sebagai contoh: Dilikene seseorang yang terbunuh di medan perang akan muncul menyerupai binatang dan berteriak dari ujung kampung ke ujung lain untuk mencari siapa pembunuhnya dulu. Bilamana mendengar adanya Dilikene orang kampung harus berteriak Bukan kami yang membunuh, carilah di kampung yang lain, bukan disini tempatnya, dengan demikian Dilikene itu akan berjalan terus dan tidak mendatangkan bencana dalam kampung itu.

4. O Moroka
O Moroka adalah makhluk gaib yang seperti manusia dan pada saat-saat tertentu dapat menampakan dirinya, bilamana hal ini dilakukan mereka selalu berpakaian ala barat. Mereka sering membujuk atau melarikan seseorang, baik laki-laki atau perempuan, untuk hidup bersama di perkampungannya. Orang yang dilarikan itu mendapatkan persalinan ala Barat, dan mendiami rumah yang serba lengkap perabotannya. Manusia yang tidak dikuasai Moroka, melihat tempat kediaman mereka tidak lebih dari hutan rimba dan semak belukar. Umumnya mereka tidak membinasakan hanya merepotkan seseorang, dalam konteks seperti di atas ketika membawa lari orang yang mereka sukai. Untuk mengembalikan orang yang dibawa lari harus melalui tua-tua adat.

Selain itu Moroka suka membantu bekerja di ladang, mereka biasa datang berombongan bekerja menebang kayu di ladang sehingga kebun menjadi luas yang tidak sebanding dengan kerja manusia biasa. Bantuan yang sama juga diberikan ketika memetik padi, hal ini dapat dibuktikan dengan bulir-bulir yang telah sudah terpetik habis di ladang dan sudah terkumpul dalam lumbung pada waktu yang singkat dari jadwal panen yang biasa.

5. O Tokata
O Tokata adalah roh yang jahat, penjelmaan dari O Gomanga Madorou. Ia suka mengambil jiwa orang yang baru meninggal. Oleh karena itu tatkala seseorang meninggal dunia, mayatnya harus harus dikawal agar tidak diganggu Tokata. Untuk mengusir Tokata harus dibuat kebisingan di dalam rumah duka dengan menabuh gendang, canang, gong dan apa saja yang membisingkan. Selain itu juga harus diadakan Gomatere untuk membimbing atau menunjukan jalan bagi jiwa orang yang baru meninggal ke tempat jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal (horoga).

6. O Meki
O Meki adalah jiwa orang mati pemburu manusia, biasanya berjalan di awang-awang. Kalau ada ujang panas (hujan di waktu matahari bersinar) hal itu disebut O Meki ma awana, yang artinya hujan roh jahat. Hujan demikian sangat ditakuti dan diusahakan tidak berada di luar rumah. Hujan tersebut menandakan sang Meki sedang menyebarkan penyakit. Selain Meki yang ditakuti itu ada juga jenis yang telah dijinakan dan dijadikan partner dalam usaha, atau yang dinamakan O Roehe ma Pareta yang berarti pelindung diri.

7. O Putiana
O Putiana adalah jiwa seorang wanita yang meninggal tatkala mengandung atau melahirkan. Ia akan terbang bagaikan burung dan kukunya serentak menjadi panjang. Setiap kali ada perempuan yang meninggal pada saat mengandung atau melahirkan, biasanya diadakan pencegahan agar perempuan tersebut tidak menjadi Putiana yakni dengan meletakan telur ayam di bawah ketiak mayat itu agar ia tidak sanggup mengakat tangannya untuk dijadikan sayap buat terbang. Demikian pun pada sela-sela kukunya ditusukan duri agar kuku tidak bertumbuh menjadi panjang. Selain itu matanya juga ditutupi dengan kapur atau gula yang dicampur dengan minyak kelapa atau air jeruk supaya matanya menjadi pedas dan kabur untuk melihat.

Putiana biasanya mencelakakan bayi yang sedang dikandung dan suka mengganggu seorang ibu yang hendak melahirkan, begitu juga pada saat sedang hamil, ia sering mengintip dan membayang-bayangi. Untuk itu ibu hamil harus dilengkapi dengan obat-obatan sebagai penangkal. Bilamana seseorang yang hamil sedang kerasukan ia menjadi sangat kuat dan tangkas serta ingin memakan kelamin suaminya.

8. O Kokoko
O Kokoko adalah burung yang memuat roh jahat, biasanya di waktu malam ia mengeluarkan suara ko..ko..ko..ko, hinggap di atas bubungan rumah atau terbang di dalam kampung. Bila mendengar suara tersebut, orang kampung harus masuk rumah dan bersembunyi. Bila sedang tidur, harus menutup seluruh badan dengan selimut dan tidak boleh tidur terlentang melainkan harus tiarap. Hal ini dimaksudkan melindungi jantung agar tidak dimakan Kokoko tersebut.

9. O Hohomo
O Hohomo adalah jiwa orang yang mati di tempat yang jauh tapi keluarga di kampung belum mengetahui keadaanya. Ia bisa mengikuti manusia dan mencegah rejeki dalam usaha sehingga tidak beruntung atau pun selalu mendapat sial. Seumpanya meramu sagu isinya akan kosong, bila berburu selalu salah membidik sasaran, maupun hal-hal aneh lainnya. Untuk menghilangkan Hohomo maka harus dibuat pesta. Dalam pesta tersebut harus dibuat sebuah patung manusia dari batang pisang sebagai badannya dan sebuah kelapa sebagai kepalanya. Patung tersebut diberi pakaian dan dikuburkan. Patung ini bernama O Ngengeluku. Hohomo akan hilang dengan sendirinya jika kabar kematian telah disampaikan.

10. O Keka
O Keka adalah jenis burung yang selalu ditunggangi roh jahat, ia selalu mengeluarkan suara wuku, wuku, wuku dan disahuti oleh burung-burung lain dengan teriakan ngauku, ngauku, naguku. Ngauku berarti telinga karena burung ini selalu mengerat telinga manusia untuk dimakannya.

11. O Aruku Madutu
O Aruku Madutu adalah roh yang mendiami goa dan batu besar yang berbentuk aneh dan memiliki penunggu. Supaya tidak mendapat gangguan biasanya dibuatkan persembahan kepadanya dengan mencuci muka di tempat itu, yang berarti mempersembahkan sedikit dari jiwa kita.

12. O Oga
O Oga adalah roh penolong namun terkadang nakal juga. Pada saat membantu kita panen, ia seringkali juga mencuri padi orang lain dan menambahkannya ke padi kita. Oleh karena itu siapa yang memiliki Oga memiliki suatu keberuntungan selain karena ia boleh dimintai pertolongan pada saat-saat yang luar biasa dan bila diperlukan.

13. O Rio-Rio
O Rio-Rio adalah orang yang mencari kepala manusia, atau biasa juga disebut O tomara yo tobi-tobiki = tukang potong leher (penjagal). Biasanya setiap tahun di bulan November diadakan kampanye bisik-bisik bahwa ada rio-rio hal ini berhubungan dengan adanya ritual pengorbanan terhadap gunung api yang dilakukan oleh Sultan Ternate.

14. O Lolahekana
O Lolahekana atau cicak yang dipercayai selalu memberikan pertanda awas atau berhati-hati. Sebagai contoh, bilamana ketika memulai suatu perundingan dan terdengar bunyi cicak maka perundingan itu tidak mendapat restu dan sebaiknya perundingan atau perbuatan apa saja pun harus dihentikan atau ditangguhkan. Untuk membatalkannya, harus mengetuk meja atau benda apa saja setelah cicak tersebut mengeluarkan bunyi.

Selain itu juga hal ini dapat diterapkan pada saat orang bersin maupun saat ayam berkokok bilamana hendak melangkah atau berpergian, kalau bersin maka dalam perjalanan akan kena musibah; sedangkan ayam berkokok pertanda ada tamu yang mau datang berkunjung.

15. O Ngoma-ngoma
O Ngoma-ngoma atau O Murumu adalah kunang-kunang yang bilamana memasuki rumah menjadi pertanda bahwa salah satu penghuni rumah tersebut akan mati..

16. O Bobereki
O Bobereki adalah tuan padi. Ia diberi penghormatan supaya mendapat rejeki bulir padi berisi. Banyak pantangan dalam penghormatan kepada O Bobereki itu, antara lain pada saat bulir pada hendak keluar tidak boleh ada keributan atau kebisingan sedikit pun. Demikian juga pada saat menanam atau menuai harus disediakan sesaji yang berupa nasi yang dimasak dengan santan dalam kuali yang berbentuk kerucut atau Tamo.

17. O Koboto
O Koboto adalah sumpah atau pun kutuk yang bila diucapkan ketika seseorang sedang marah akan berakibat buruk bagi orang yang disumpahi atau dikutuk. Untuk lepas dari sumpah itu perlu memberikan O koboto ma hohoka atau uang pembayaran sumpah, jumlahnya tidak seberapa namun yang diperlukan hanyalah syaratnya.

18. O Maihi
O Maihi atau O Mawe yang artinya nujum atau tenung, biasanya dilakukan untuk mendapatkan suatu keterangan seperti kehilangan barang untuk mengetahui siapa pencurinya atau dimana barang tersebut berada, waktu peristiwa itu terjadi, dan juga untuk menannyakan keberuntungan sebelum berpergian atau melakukan suatu pekerjaan. Untuk melakukan Maihi ada berbagai macam cara seperti O Maihi yo buhaanga, yaitu dengan mempergunakan menghitung dengan jengkal. Selain itu juga ada yang disebut O Maihi Tuwikoko yakni dengan mempergunakan ruas bambu.

19. O Doti
O Doti atau guna-guna yang biasanya dilakukan oleh anak muda untuk mengetahui sesuatu; seperti seorang pemuda sedang naksir seorang gadis, tetapi gadis itu tidak mau maka pemuda tersebut memberikan Doti. Apabila telah terkena Doti maka gadis tersebut akan mencintai si pemuda sampai tergila-gila dan dapat menjadi benar-benar gila apabila hanya berniat mempermalukan gadis tersebut. Guna-guna tersebut dapat dikerjakan melalui mantera-mantera yang dibaca dari jauh dengan menggunakan media seperti foto atau gambar orang yang menjadi sasarannya. Bisa juga dari bahan pakaian atau rambut, maupun dari bekas kaki yang ada di tanah. Dalam tingkatan yang ahli, Doti dapat dipergunakan untuk melampiaskan kemarahan terhadap seseorang dan cara kerjanya seperti roket di zaman sekarang.

20. O Gomatere
O Gomatere memiliki kemiripan dengan O Maihi, dimana kedua-duanya sama-sama mencari tahu sesuatu. Perbedanyaan pada Gomatere sesudah mencari tahu langsung dilakukan tindakan. Misalnya mencari tahu penyebab pasti dari penyakit seseorang dan obatnya dan langkah-langkah apa yang harus dilakukan, sementara Maihi tidak. Gomatere adalah orang yang melaksanakan ritual pemujaan, mampu mengerjakan dan menghadapi segala masalah dan maha tahu. Tegasnya ia adalah penghubung antara yang sakral dan masyarakat. Kemampuannya itu terlihat pada saat ia berekstase, yakni suatu keadaan dimana ada roh-roh yang datang pada dirinya.

Ada pun ritual Gomatere biasanya dilakukan di Halu yang telah dihiasi oleh daun enau muda atau kelapa muda. Di atas haakoro diletakan persembahan sesaji dan kemudian diikuti dengan keramaian dengan menabuh tifa dan gong. Para pelaku Gomatere menari-nari sampai jatuh pingsan. Biasanya kesempatan ini juga digunakan untuk melatih calon Gomatere baru. Ia pun harus tinggal di tempat itu beberapa lamanya selama berlangsungnya upacara itu. Mereka tidur di atas bale-bale yang disebut dangiri dan tidak diperkenankan menginjak tanah maupun memakan makanan dari luar kecuali dari Haakoro itu. Pada waktu mereka sedang tidur-tiduran di atas dangiri tifa dan gong tetap di tabuh, sang Gomatere mulai menari-nari di atas tanah sekitar dangiri. Setelah beberapa lama sang Gomatere datang menggosok-gosokan tubuh calon Gomatere dengan mayang pinang dari kepala sampai ke kaki dan mata mereka diramu dengan larutan air jeruk bercampur cabai. Setelah itu sang Gomatere meneruskan tariannya, dan calon-calon Gomatere mulai menggerakan badannya, mulai dari perlahan-lahan dan makin lama makin cepat dan keras, selesai gerakan itu mereka semuanya jatuh pingsan. Dalam keadaan pingsan itu mata mereka diramu lagi dengan larutan air sebelumnya, atau menggosok mereka dengan sejenis rumput yang sisi batangnya tajam seperti sembilu (O Limaduku) untuk membuat mereka membuka matanya. Pada saat mata mereka terbuka mereka berbicara dengan berbagai bahasa. Kalau rohnya orang Bugis maka ia akan berbahasa Bugis, demikian juga jika yang datang adalah roh orang Arab maka ia akan berbahasa Arab. Dalam keadaan ini mereka mulai menerangkan segala sesuatu untuk keselematan warga.

Jika mengamati deskripsi kepercayaan suku Tobelo di atas, amat sukar untuk menentukan lagi apakah kepercayaan yang paling asli suku Tobelo. Kita mungkin dapat menggolongkan dalam Magic, Animisme, Animatisme, maupun Totemisme sebagaimana yang diungkapkan oleh para ahli semisal Frazer, Marret, Malinowski dan Durkheim.

Menurut Frazer, magic adalah kepercayaan paling tua, yakni sistem tingkah laku dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan menggunakan kekuatan-kekuatan dan kaidah-kaidah gaib yang ada dalam alam. Hal ini berbeda dengan religi yang merupakan sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaaan makhluk-makhluk halus seperti roh, dewa-dewa yang menempati alam. Mereka berusaha mengontrol kekuatan-kekuatan supernatural berupa doa-doa dan memohon kekuatan dari sang supernatural tersebut.

Sementara itu Marett mengusulkan bahwa religi yang paling tua adalah animatisme yakni suatu kepercayaan yang mengakui suatu kekuatan impersonal atau pun benda yang dapat bereksistensi dalam berbagai tempat di dunia ini yang kemudian membuat ajaran-ajaran religi menjadi berbeda-beda. Baginya dunia supernatural berkaitan dengan kekuatan impersonal.

Di lain pihak, Malinowski melihat bahwa magic adalah suatu kelengkapan daripada sistem berpikir yang rasional dan pengetehauan. Manusia primitif tidak semata-mata tergantung dari magic, tapi ia menggunakannya pada saat ia sadar bahwa pengetahuan rasionalnya sudah tidak lagi berhasil. Jadi fungsi magic adalah untuk melengkapi manusia ketika ia sudah berada dalam keadaan kritis dan bahaya dan pengetahuan rasional tidak lagi dapat diandalkan. Sementara itu fungsi religi adalah untuk memberikan suasana yang menyenangkan bagi kehidupan manusia terutama dalam hal-hal yang rohani terutama dalam menghadapi kehidupan kematian dan sesudahnya.

Emile Durkheim memberikan gagasan yang berbeda dengan para tokoh-tokoh tersebut di atas. Baginya hal yang paling pokok adalah:
  1. Menganalisis wujud religi dalam masyarakat yang paling bersahaja, dengan maksud menentukan unsur-unsur dan gagasan elementer dari kehidupan keagamaan,
  2. Meneliti sumber asasi dari unsur-unsur religi yang bersahaja, dan 
  3. Membuat generalisasi kepada religi-religi lain mengenai fungsi azasi dari religi dalam masyarakat manusia. Berdasarkan hal ini ia kemudian melihat ada hubungan erat antara organisasi sosial, sistem klan, dan keyakinan kepada totem yang sebenarnya tidak lain dari sebutan dan lambang klan. Oleh karena itu ia sangat menekankan prinsip totem yang merupakan lambang dari suatu kesatuan sosial. Bahwa melalui totem emosi keagamaan sebagai unsur elementer dalam kehidupan keagamaan manusia bersumber pada kesadaran kolektif warga klan yang sebaliknya dapat diintensifkan lagi oleh emosi keagamaan yang ditimbulkan oleh upacara-upacara totem.


Dalam kesimpulan Durkheim pada akhir bukunya, ia menyatakan dalam semua sistem religi di dunia ada suatu hal di luar dirinya yakni in foro extermo, dalam arti bahwa hal itu tetap akan ada dalam sistem religi, lepas dari wujud, isi atau materinya, yaitu kebutuhan asasi dalam tiap masyarakat manusia yang mengikuti sistem religi tadi untuk mengintensifkan kembali kesadaran kolektifnya dengan upacara upacara yang keramat. Kebutuhan ini menurut Durkheim akan tetap ada, juga bila ilmu pengetahuan telah menggantikan kosmologi dan kosmologi agama dalam hal menerangkan asas-asas kekuatan alam, dan juga bila ajaran agama telah menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan serta otonomi moral individu yang makin lama makin meluas. Walaupun demikian, manusia sebagai warga masyarakat masih tetap membutuhkan keyakinan-keyakinan, sentimen-sentimen dan kesadaran kolektif yang memberi identitas kepadanya dan yang memperkuat kebutuhan moralnya. Hal-hal itu sebaliknya memerlukan upacara-upacara yang ditentukan oleh gagasan-gagasan kolektif yang tidak pernah akan hilang dari kehidupan manusia.

Berdasarkan teori-teori dari para ahli tentang agama suku, kemudian dapat disimpulkan bahwa religi memiliki beberapa fungsi sosial. Pertama, religi merupakan sanksi untuk perilaku yang luas dengan memberikan pengertian yang baik dan jahat. Kedua, religi memberi contoh-contoh perbuatan yang direstui. Ketiga, religi membebaskan manusia dari rasa takut dan ketidakpastian. Keempat, religi memegang peranan penting dalam pemeliharaan solidaritas sosial, dimana melalui religi pendidikan mengenai adat dan pengetahuan kesukuan dapat diperoleh, dari sana kelestarian budaya dapat dipertahankan.

Bertolak dari pemahaman Durkheim maka penulis melihat religi (agama) adalah masyarakat itu sendiri, agama lahir dari masyarakatnya karena suatu kesadaran (consciousness) bersama masyarakat. Agama bukan hanya sebagai pranata illahi tapi juga sebagai pranata sosial, dimana dalam masyarakat tradisional agama menyatu dengan organisasi sosial, yang diekspresikan melalui simbol-simbol dalam perjalanan sejarah manusia pencipta simbol-simbol tersebut. Sebagaimana dikatakan Geertz bahwa agama adalah sistem simbol yang bertindak untuk menetapkan kondisi pikiran (mood) dan motivasi-motivasi yang kuat, yang meresapi, dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan cara merumuskan keteraturan umum dari keberadaan yang membungkus konsep-konsep itu dalam suatu faktualitas sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak realistis secara unik.

Dengan demikian ketika kita memaknai Hibua Lamo pada konteks sekarang maka kita tidak dapat memahaminya hanya sebagai punya orang Tobelo atau masyrakat asli Tobelo, tapi setiap orang yang dapat hidup harmonis dalam hubungannya dengan yang sakral maupun dengan yang sosial.


*) Penulis adalah warga Tobelo
- See more at: http://www.halmaherautara.com/artl/32/sistem-kepercayaan-orang-tobelo#sthash.iv8Bt0pd.dpuf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar